Akhir-akhir ini, heran juga sih kenapa saya banyak menghabiskan waktu untuk mendalami sejarah Mesir Kuno. Kebudayaannya memang unik. Tulisan, simbol-simbol, spinx, piramida, mumi dan mitologi lainnya. Memang kalau dipikir-pikir, sejak dahulu, peradaban itu memang sudah besar, dan tentunya mempunyai kekhasan sendiri.
Begitulah, akhirnya saya membaca Kisah Asiyah, salah satu dari empat wanita penghuni surga yang pernah diterangkan oleh Rasulullah, yang memang berlatar di Negeri tempat Sungai Nil, Mesir. Sumber yang dibaca, berasal dari Novel Asiyah karangan Sibel Eraslan. Mungkin karena bentuknya novel ya, jadi lebih kepada pengembangan emosi setiap karakternya. Walaupun dijelaskan, bahwa penyusunan karya ini tidak terlepas daripada riset yang mendalam.
Terlepas dari isi yang terkandung itu semuanya benar nyata atau tidak (wallohualam), tentunya banyak sekali hikmah yang dapat dipetik dari kisah Sultanah Asiyah ini.
Baca juga : Komentar Usai Baca Buku Ini : It’s Easier to Reach Heaven Than the End of the Street: A Jerusalem Memoir
Yang paling aku ingat adalah gambaran kisah empat sekawan, teman sejak kecil yang menjadi murid Akademi Mesir dengan spesifikasi masing-masing. Ra, Yes’a, Ha dan Ka. Mereka di bawa dari pengasingan untuk belajar di Akademi Kerajaan Mesir.
Dari awal ini sudah menarik sih, semakin membuka mata saya kalau memang peradaban Mesir itu diisi dengan lengkap setiap orang berpengaruh dari yang baik, baik banget sampai yang dzalim dan paling dzalim banget.
Ra >>> ini akan menjadi Pareamon, Ra ini akan menjadi Raja. Suami Asiyah, dan sosok Firaun. Karakternya ini terbangun matang, sosok yang ideal sebagai pemimpin, namun terbutakan politik kekuasaan sehingga menganggap dirinya tuhan. Tapi yang uwu adalah, dia selalu ingin melihat Asiyah, istrinya tersenyum, membahagiakannya. Seperti saat membiarkan Sang istri membesarkan Musa (yang akan menjadi nabi) disaat tahun itu semua bayi laki-laki dari kalangan Apiru diperintahkan untuk dibunuh. Aku bertanya-tanya, bagaimana ya kejadian aslinya? Namun memang pada akhirnya, dia sosok yang sangat kejam.
Yes’a >>> sebenarnya ini adalah Sultanah Asiyah. Benar-benar keren. Paling lemah lembut, namun cerdas. Sosoknya terkenal sangat menyantuni anak yatim dan orang-orang dhuafa lainnya. Ratu yang tidak pernah membeda-bedakan status manusia. Walaupun hidup di istana, beliau tidak pernah merasa mempunyai rumah. Apalagi ditengah gejolak perpolitikan Istana yang membutakan setiap teman-temannya. Ia merasa berwarna saat merawat dan membesarkan Musa (anak angkatnya). Menjadi sosok yang luar biasa menginspirasi, hingga akhir hayatnya tetap memegang deen dan kepercayaan kepada Allah Yang Satu, walaupun ditengah kondisi sulit untuknya beriman.
Ha >>> diceritakan sebagai Haman. Kepala pendeta, pengatur strategi istana, orang kepercayaannya Ra. Sejak kecil dulu, Ha dan Yes’a selalu berebut (mungkin berebut menjadi influencer) siapa yang paling berpengaruh kepada keputusan-keputusan Ra. Kalau di buku ini juga diceritakan, sosoknya ini bahkan yang ngeinfluence tentang pembantaian habis-habisan anak laki-laki dari kaum Apiru. Semacam gambaran orang pinter yang sombong gitu ya, terus licik. Dari awal saya udah gasuka sih sama si ini nih….
Ka >>> Sebut saja Karun. Iya si Karun. Awal mula Harta karun yang tenggelam haha. Jadi ceritanya, Ka ini sebagai sosok kepala Akademi Ilmu Pengetahuan. Tapi diceritakannya juga sosok yang pintar berwirausaha, segalanya dijadiin duit pokoknya. Tapi pelit cuy! Yap pantes ya nanti hartanya tertimbun gitu. Bahkan dia sama sekali tidak memberikan apa-apa kepada bangsa aslinya, bangsa Apiru. Malah dia gak mau mengakui dirinya bangsa Apiru. Pokoknya sosoknya nyebelin juga sih.
PASTINYA Kisahnya menarik sekali, ya walaupun ini terlepas dari fakta sejarah bener semua atau tidak. Tapi memang penyampaian ceritanya bagus banget. Kata-katanya puitis tapi gak lebay. Bikin candu buat baca, dan ngetrigger buat riset mendalam tentang kisah Sultanah Asiyah dari referensi yang lebih baku.
But overall cerita disini keren banget. Buku setebal 446 halaman ini, rekomendasi untuk dibaca, worth it lah. Dari novel ini juga, saya sendiri bisa menggambarkan, kenapa Ibunda Asiyah meminta rumah di surga kepada Allah? Karena dalam masa hidupnya, dapat digambarkan, ‘rumah’ yang ideal baginya tidak ada. Ya, walaupun beliau tinggal di istana, namun ‘rumah’ itu tetap kosong, bukan?
Lihat Al-Qur’an surat At-Tahrim (66) ayat 11, do’a beliau yang termasyur ada disana:
Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Firaun ketika ia berkata “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.”
Apabila mendalami kisahnya, kita akan tahu betapa luar biasanya beliau. Menghadapi suami yang dzalim, firaun yang dzalim, teman-teman yang oportunis, kondisi yang tidak ideal. Sultanah Asiyah disiksa dengan dibakar ditumpukan kayu di atas pasir panas .
Yah, Karena ia tak menemukan rumah yang melindunginya ketika ada di dunia, maka beliau meminta rumah yang pasti melindunginya di sisi Allah.
Rumahnya di surga.
Rosi Risalah
Baca juga: Resensi Catatan Harian Adam dan Hawa – Mark Twain
Ohiya kelupaan notes:
Kata banyak literatur, ada yang menyebutkan kalau Firaun yang sezaman dengan Nabi Musa adalah Ramses II. Menurutmu gimana?