“Karena tipe kepribadian INFP: Selalu disalahpahami tindak tanduknya” – Rosi 2020
Ceritanya, sepekan kemarin, sudah kutamati buku yang membahas tipologi kepribadian MBTI berjudul PERSONA. Awalnya aku cuman mau tahu lebih dalam, (selain sudah baca-baca di internet) tentang jenjang karir yang cocok untuk tipe MBTI tertentu. Namun, kudapati sebuah fakta mengejutkan … (?) *jeng-jeng-jeng
FYI, Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) dikembangkan oleh sepasang ibu dan anak perempuan bernama Katharine Briggs dan Isabel Myers. Mereka menemukan kunci praktis untuk mengaplikasikan teori Carl Jung yang membagi manusia menjadi empat kategori (bersinggungan dengan cara mereka menghadapi suatu kondisi)
T = Thinking, F = Feeling, S = Sensation dan N = Intuition, yang ditulis Jung dalam buku Psychological Types 1921. Jadi, si empat poin itu dikembangkan lagi menjadi 16 yang kita kenal sekarang,

E = Extroverted | Or | I = Introverted |
S = Sensory | Or | N = Intuitive |
T = Thinking | Or | F = Feeling |
J = Judging | Or | P = Perceiving |
Dengan konsep yang diambil kurang lebih seperti ini :
E = Expressive (suka menyatakan yang ada di perasaan dan pikiran_ | Or | I = Reserved (cenderung pendiam) |
S = Observant (mengamati) | Or | N = Introspective (berimajinasi) |
T = Tough-Minded (pemikiran yang keras) | Or | F = Friendly (ramah) |
J = Scheduling (merencanakan) | Or | P = Probing (menyelidiki) |
Tabel dikutip dari Buku Persona (2016), Ira Haqqiasmi
FYI, aku mengenal tes ini sejak awal masuk kuliah. Tepatnya, tahun 2015 aku coba test di youthmanual.id dan hasil awalnya adalah INTP. (rasanya telat banget kenapa kenal ini pas udah nentuin jurusan, dulu galau banget tapi toh aku bisa selesaikan jurusanku wakaka), dan memang kalau dipikir-pikir aku tidak begitu cocok jadi INTP yang cenderung logician dan suka merancang hahaha
Dulu, memang rasanya kepribadian itu (read: INTP) agak mirip dengan aku yang ketus dan keras kepala, suka mikir, ndak mau ngangkat telepon, suka bersaing, selalu ingin tahu dan ngerasa keren aja gitu, MBTI nya sama ama Albert Einstein hahaha… Atau mungkin karena sering baca komik conan dan nonton sherlock holmes gak tahu juga deh ahaha! (Selewat aja gitu)
Tapi, setelah itu, mungkin pertengahan semester kuliah, (pas KKN dan pas mau lulus) aku konsiten di kepribadian INFP (dari thinker berubah jadi feelers). Pas lulus dan jadi Freelancer-semi pengangguran juga tetep INFP… (begitu terus).
Dan dipikir-pikir, aku memang cocok dan nyaman dengan kategori ini. Bisa dibilang, ya-ya, kurang lebih aku memang digambarkan seperti ini.
Lalu, pas awal kerja, hype lagi tuh tes MBTI di komunitas kantor sampai aku ulang-ulang ternyata enggak berubah. Kalau ngisinya pakai perasaan, ya pasti INFP walaupun sempat beberapa kali INTP.
NAMUN-NAMUN! *Jengjengjeng (mulai ada konflik)
Satu fakta mengejutkan adalah, saat masa WFH ini tetiba aku menjadi golongan INFJ!
/
(Ini parah gak sih berubah berubahnya!) sama sekali gak pernah terpikir dibenakku bisa jadi orang yang terorganisir (atau peduli sama deadline?).
Pas WFH tersebab corona, apa iya aku menjadi lebih sering membuat to do list? Buat memanage waktu biar gak terlalu berantakan. Biar tidak terlalu berjalan dengan fleksibel. Karena kalau dibiarkan rasanya aku terlalu santai dan tidak produktif!
Berpikirlah…
Ternyata memang bener, kalau kita itu gak pernah diam pada satu titik. Dan tidak semua elemen benar-benar mewakili kita. Namanya juga teori yak an. Dengan validitas yang 80-90% ini membuat aku semakin penasaran dan menyatakan: lingkungan, cara kita menghadapi lingkungan, bener-bener berpengaruh besar.
Maka, setelah berkonsultasi kepada Teh Gina (ISTJ, Observer kepribadian, Elemen Gold)
Dan setelah itu aku kembali merenung, dalam bahasa yang lebih keren adalah berkontemplasi *deuh aku seharusnya lebih jujur kepada diri sendiri. Dan kalau sudah jujur, ya… memang INFP (kalau dalam dominasinya, karena mudah disalahpahami hahaha) yang kadang-kadang punya sentuhan think dan scheduling di waktu-waktu tertentu. Kalau lebih jujur dalam mengisinya, aku memang gak terlalu suka diatur, dengan segala ketidak konsistenan dan fleksibilitas serta terlalu banyak ingin tahu justru aku semakin menyadari dan menerima: YA GIMANA LAGIIII kalau memang INFP.
Sip!
Gitu aja sih, cerita absurd ku! Hahaha
Kesimpulan
Membaca buku Persona ini, membuat aku lebih menerima dan mencoba mengatasi setiap nature dan nurture (ngikutin bahasa etnografi) tentang kehidupan manusia yang sangat berubah-ubah. Karena, kalau objeknya ilmu eksak itu pasti, objek ilmu sosial itu ya manusia itu sendiri: makhluk paling ruwet yang katanya zoon politicoon, namun merasa dirinya adalah pusat segalanya yang enggak pasti. Padahal mah gak ada apa-apa nya sekali.

Btw dalam buku Persona ini, setiap kepribadian itu digolongkan dalam empat golongan sesuai dengan kemiripan mereka. Elemen Green (NF) Terdiri dari ENFJ, INFJ, ENFP, INFP. Elemen Red (SP) dari ESTP, ISTP, ESFP, dan ISFP. Elemen Blue (NT), ENTJ, INTJ, ENTP, INTP dan Elemen Gold (SJ), ESTJ, ISTJ, ESFJ, ISFJ.
Dari perbedaan elemen itu juga aku sebagai elemen Green diberi tahu, kalau untuk menyukseskan mimpi-mimpi (yang biasanya terlalu abstrak dan idealis) cobalah berkonsultasi pada Gold mengenai prosesnya dan Blue mengenai hasilnya. Kira kira gitu deh strateginya! Jangan lupa juga menghibur diri bersama departemen Red!
Sekian.
Semoga kita semua bisa lebih jujur, bersyukur, dan menyayangi diri sendiri ya! Apapun kepribadianmu, inget aja: setiap orang selalu punya potensi yang sama berharganya, di situasi dan kondisi yang tepat! (situasi kondisi ini yang harus banget kita cari dan optimalin)
The Last, serahkan semuanya kepada Sang Pencipta sang pengatur scenario. Allah pastinya yang paling tahu diri kita. Dan ingat kalau Allah sudah menciptakan kita dengan sebaik-baiknya bentuk. Iya kan?
Udah aja deh.
Challange dari aku untuk diriku 10 tahun kedepan,
Tes lagi yuk 😉 berubah atau masih sama hhaha…
Rosi Risalah